Penduduk desa merantau ke kota dengan tujuan
meningkatkan diri dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Seperti halnya
masyarakat lain, banyak umat Buddha di desa Purwodadi juga merantau. Saat ini,
banyak perantau Buddhis yang sudah mampu meningkatkan kualitas hidup mereka
dengan memiliki mata pencaharian yang baik dan berhasil menempuh Pendidikan
tinggi, tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Ini adalah potensi besar bagi
pembangunan umat Buddha di desa Purwodadi.
Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan potensi
perantau Buddhis dari desa Purwodadi, kontribusinya bagi pembangunan umat
Buddha di daerah asal, dan program untuk meningkatkan keterlibatan perantau
Buddhis di masa depan. Data untuk artikel ini diperoleh dengan teknik
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan para pembina
dan umat Buddha di desa Purwodadi.
Ketika berhasil, para perantau ingin berkontribusi bagi
pembangunan umat Buddha di kampung halaman. Ditemukan bahwa para perantau
Buddhis telah mendukung pembangunan umat Buddha, dengan memberikan bantuan
materi dan non- materi. Umat Buddha di Purwodadi telah mendapatkan manfaaat
dari para perantau. Namun, keterlibatan perantau dianggap belum optimal,
sehingga dibutuhkan lebih banyak upaya
untuk mengelola perantau Buddhis. Umat Buddha di desa Purwodadi bersama
dengan perantau Buddhis telah mengembangkan program untuk meningkatkan
keterlibatan perantau Buddhis.
Merantau adalah sebuah kebudayaan yang sudah berlangsung
berpuluh-puluh tahun bagi masyarakat Indonesia. Merantau identik dengan
urbanisasi walaupun tidak hanya itu, seseorang dapat juga merantau ke wilayah
lain yang bukan perkotaan. Faktor pendorong utama seseorang untuk merantau
adalah ekonomi dan pendidikan. Mata pencaharian hidup di pedesaan yang bersifat
homogen yaitu bertani, mendorong masyarakat untuk berspekulasi mencari nafkah
di kota yang dipandang lebih banyak peluang pekerjaan. Masyarakat berpendapat
dengan cara merantau akan dapat mengubah perekonomian keluarga menjadi lebih
baik. Pendidikan juga merupakan faktor yang dominan. Masyarakat yang mampu
secara ekonomi dan berpikirian maju akan berusaha memberikan pendidikan bagi
anak-anaknya ke jenjang perguruan tinggi yang tersedia di perkotaan. Pada
umumnya, ketika mahasiswa telah selesai menempuh pendidikan, kemudian mencari
pekerjaan di kota juga, hanya sedikit yang kembali ke kampung halaman atau
pedesaan. Beberapa faktor tersebut merupakan pendorong secara umum, dan saling
terkait satu sama lain, seperti antara faktor ekonomi dan pendidikan yang
saling berkaitan. Kedua faktor tersebut merupakan faktor yang dominan sebagai
pendorong masyarakat untuk merantau.
Budaya perantauan memiliki dampak negatif dan positif,
yang beraneka ragam bila dipandang dari berbagai aspek. Dampak positif budaya
merantau dapat meningkatkan kualitas kehidupan perantau dari aspek ekonomi dan
pendidikan. Bila perantau dapat memperoleh mata pencaharian yang baik,
meningkatkan ekonomi dirinya maupun keluarga di kampung halaman, maka ia menjadi
perantau yang sukses. Dampak negatif budaya merantau berimbas pada desa yang
ditinggalkan, yaitu kekurangan sumber daya manusia, semakin sedikit generasi
muda yang mau mengerjakan pekerjaan pedesaan seperti bertani, beternak, dan
sebagainya. Ketika perantau sudah berhasil secara ekonomi maupun pendidikan
tetapi tidak dapat berkontribusi bagi pembangunan daerah asal atau kampung
halamannya, itu juga tidak diharapkan oleh warga desa maupun perantau sendiri.
Merantau artinya pergi ke negeri lain (untuk mencari
penghidupan, ilmu, dan sebagainya). Perantau adalah orang yang mencari
penghidupan, ilmu, dan sebagainya di negeri lain (Dendy Sugono, 2008: 1143). Merantau merupakan tipe
khusus dari imigrasi yang tidak dapat diterjemahkan dalam bahasa mana pun.
Adapun makna yang terkandung dari pengertian itu adalah meninggalkan kampung
halaman dengan kemauan sendiri untuk jangka waktu lama dengan tujuan
mencari penghidupan, menuntut ilmu atau
mencari pengalaman dan biasanya dengan maksud kembali pulang (Sjafrifoedin,
2011: 509-510).
Faktor ekonomi merupakan sebab utama seseorang ingin
merantau, yang mana di daerah asalnya sendiri kehidupan ekonomi sangat sulit
tidak ada perubahan. Munculnya motivasi seseorang yang dipengaruhi desakan
ekonomi budaya merantau dipandang sebagai cara efektif untuk mencari perubahan
hidup yang lebih layak di daerah perantauan.
Salah satu faktor seseorang bisa mendapatkan pekerjaan
adalah latar belakang pendidikan. Jika seseorang memiliki jenjang pendidikan
tinggi, maka akan mudah mendapatkan posisi pekerjaan yang bagus dan layak,
sehingga penghasilan tinggi dan semua kebutuhan hidup terpenuhi. Sebaliknya,
jika seseorang tidak memiliki latar belakang pendidikan tinggi, maka akan sulit
mendapatkan pekerjaan yang layak dan lapangan pekerjaan yang tersedia untuknya
sedikit dan memiliki daya saing rendah. Faktor- faktor ini memotivasi keinginan
seseorang untuk merantau karena di daerah asal dengan latar belakang pendidikan
yang dimiliki tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang akan memenuhi kebutuhan
hidup (Naim Mochtar, 2013).
Secara alamiah para perantau memiliki ikatan batin yang
sangat kuat dengan kampung halaman. Tanpa diminta pun para perantau akan
berusaha menunjukkan keberhasilannya, salah satunya adalah dengan berkontribusi
bagi kemajuan kampung halaman. Keluarga adalah faktor pengikat batin yang
sangat kuat bagi perantau di mana pun ia berada. Hubungan kekeluargaan tidak
dapat diputus dengan apa pun, bahkan oleh
jarak dan waktu.
Salah satu impian bagi tiap perantau adalah membalas
budi baik orang tua, guru, maupun masyarakat yang telah berjasa dalam hidupnya. Seorang yang sudah
berhasil di perantauan tidak akan mudah melupakan semua jasa yang sudah
diperolehnya di masa lalu. Perantau ingin membalas budi kepada orang tua baik
dengan materi maupun nonmateri, berusaha membahagiakan orang tua dengan
menunjukkan keberhasilannya. Perantau juga ingin membalas budi kepada para
gurunya, termasuk guru agama, yang telah memberikan ilmu dan membimbingnya.
Perantau juga ingin membalas budi kepada masyarakat sekitar yang telah
membentuknya menjadi pribadi yang berhasil.
Sang Buddha menyatakan bahwa terdapat dua macam orang
yang sukar diketemukan di dunia yaitu ‘pubbakari’ yaitu seorang yang memberikan
pertolongan sejati, dan ‘kataññukatavedi’ yaitu seorang yang menyadari
pertolongan yang diberikan pada dirinya dan merasa berterima kasih. Dalam
Anguttara Nikaya I.87, Buddha bersabda
“Dve ‘me bhikkhave puggalâ dullabha lokasmim. Katame dve? Yo ca pubbâkari yo ca kataññukatavedi. Ime kho bhikkave puggala dullabha lokasmim (Morris, 1999: 87)”. “Monks, these two persons are hard to find in the world. Who two? The one who is first to do a favour and he who is grateful for what is done. These are the two persons hard to find in the world (Davids, 2006: 78).
Orang tua dan guru adalah para pubbakari yang telah
berjasa bagi perantau dalam perjuangan menuju keberhasilan hidup. Lingkungan
yang baik termasuk komunitas wihara juga telah berjasa dalam membentuk jiwanya
menjadi pribadi yang bijaksana.
Perantau ingin menjadi kataññukatavedi yang tidak lupa budi baik dari semua
orang yang telah berjasa menuju kesuksesannya dan ingin membalas jasa.
Setiap orang memiliki panggilan jiwa untuk membalas jasa
orang tua. Membahagiakan dengan materi
mungkin sudah mampu dilakukan
oleh perantau. Akan tetapi, Buddha
mengatakan bahwa tidak mudah membalas jasa orang tua. Dalam Anguttara Nikaya 2:
IV, 2; I 61-62 Sang Buddha bersabda:
Monk, one can never repay two persons, I declare. What
two? Mother and father....
Moreover, monks, who incites his unbelieving parents,
settles and establishes them in the faith; who incites his immoral parents,
settles and establishes them in morality, who incites his stingy parents,
settles and establishes them in liberality, who incites his foolish parents,
settles and establishes them in wisdom, --such an one, just by so doing, does
repay, does more than repay what is due to his parents (David, 2006: 57).
(Bhikkhu, seseorang tidak akan pernah bisa membalas jasa dua orang, demikian saya nyatakan. Apa yang dua itu? Ibu dan ayah.... Para bhikkhu, yang membujuk orang tuanya yang tidak percaya, lalu menempatkan dan memantapkan mereka dalam keyakinan; yang membujuk orang tuanya yang tidak bermoral, lalu memantapkan mereka dalam moralitas, yang membujuk orang tuanya yang pelit, lalu mendiamkan dan menegakkan mereka dalam kemurahan hati, yang membujuk orang tuanya yang bodoh, lalu menenangkan dan menegakkan mereka dalam kebijaksanaan, --yang demikian, hanya dengan melakukan itu, bukan dengan membayar, hal itu sudah melakukan lebih dari membayar apa yang menjadi hak orang tuanya).
Jasa orang tua tidak terbalaskan dengan cara atau
kebajikan yang biasa saja. Seseorang dapat dikatakan dapat membalas jasa orang
tua bila dapat membuatnya menjadi bijaksana. Seorang anak harus mendorong
orangtua yang tidak punya keyakinan,
kemudian menegakkan dan meneguhkan mereka
dalam keyakinan (saddha); kepada orangtua yang tidak bermoral, ia menegakkan
dan meneguhkan mereka dalam disiplin moral (sīla); kepada orangtua yang kikir,
ia menegakkan dan meneguhkan mereka dalam kedermawanan (caga); kepada orangtua
yang bodoh, ia menegakkan dan meneguhkan mereka dalam kebijaksanaan (paññā).
Perantau sewaktu masih berada di kampung halaman mungkin
merasa belum sukses secara duniawi, belum mempunyai pengetahuan yang baik, dan
belum memiliki kebijaksanaan sesuai ajaran agama. Ketika sudah merantau dapat
memperoleh berbagai pengalaman, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan duniawi,
terpanggil untuk membagikan kebahagiaannya kepada orang- orang yang dicintai
dan berjasa di kampung halamannya.
Menjadi dambaan masyarakat pedesaan bahwa para perantau
yang sudah berhasil meningkatkan kehidupannya baik secara ekonomi maupun
pendidikan selain berguna bagi keluarganya juga dapat berkontribusi dalam
pembangunan demi kemajuan masyarakat desa. Akan
tetapi, pada kenyataannya hal ini tidak selalu dapat dilakukan dengan
berbagai faktor penyebab.
Potensi Umat Buddha di Desa Purwodadi
Desa Purwodadi berada di wilayah Kecamatan Kuwarasan,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini adalah sebuah desa agraris
dengan lahan pertanian cukup luas, di samping juga mengembangkan peternakan.
Bahkan, pemerintah kabupaten menetapkan desa ini sebagai ‘Kampung Ikan’ yaitu
sebagai desa percontohan perikanan, dan sudah diberikan bantuan bibit ikan
kepada warga desa. Secara ekonomi desa ini dapat dikategorikan sebagai desa
maju. Masyarakat desa ini bermata pencaharian bertani, beternak, berdagang,
wiraswasta, pegawai negeri sipil (PNS), dan pegawai swasta.
Hal yang istimewa dari desa ini adalah dalam aspek
penganut agama, yang mana penduduk desa ini menganut tiga agama besar, yaitu
Islam, Kristen, dan Buddha. Kehidupan sosial berlangsung baik, kerja sama dan
toleransi antarumat beragama juga baik dan harmonis. Terdapat tiga tempat
ibadah yaitu masjid, gereja, dan wihara dengan kondisi baik dan aktif digunakan
oleh umatnya secara rutin untuk beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya.
Purwodadi adalah salah satu desa yang terdapat warga
penganut agama Buddha dan memiliki sebuah wihara, satu di antara enam belas
buah wihara yang ada di seluruh Kabupaten Kebumen. Jumlah penduduk Desa
Purwodadi pada tahun 2018 adalah 1.840 jiwa, dengan 273 jiwa di antaranya
adalah penganut agama Buddha, artinya 15% dari jumlah penduduk desa. Umat
Buddha sebanyak 108 kepala keluarga yang terdiri dari laki-laki sebanyak 151
jiwa dan perempuan 122 jiwa. Dari jumlah umat Buddha tersebut 43 jiwa di
antaranya adalah pelajar. Para pelajar ini mendapat pembinaan dan pendidikan
agama Buddha di Sekolah Minggu Buddha (SMB) Wihara Bodhikirti.
Jumlah Umat Buddha dan Pelajar
Data di atas memberi gambaran potensi umat Buddha yang cukup besar dan perlu pembinaan serius. Para pelajar sebagai generasi penerus umat Buddha harus mencapai keberhasilan hidup agar dapat mengikuti jejak para pendahulunya termasuk para perantau sukses. Pembinaan selalu dilakukan oleh para pembina atau sesepuh agama Buddha yang ada di Desa Purwodadi. Namun, pembinaan yang dilakukan oleh perantau akan terasa lain. Perantau yang sukses tidak hanya membawa ilmu pengetahuan tetapi juga pengalaman dan semangat yang dapat ditularkan kepada umat di desa.
Umat Buddha Desa Purwodadi memiliki satu wihara bernama
Wihara Bodhikirti yang digunakan untuk beribadah oleh umat Buddha Desa
Purwodadi sendiri, dan secara berkala juga digunakan untuk ibadah bersama umat
Buddha dari desa lain. Seperti halnya umat agama lain, umat Buddha bermata
pencaharian bertani, beternak, berdagang, pegawai dan sebagainya. Hal yang
sangat baik adalah umat Buddha sangat memperhatikan bidang pendidikan. Terdapat
banyak keluarga Buddhis yang walaupun secara ekonomi dikategorikan dalam
tingkat sedang tetapi memutuskan untuk menempuh pendidikan pada jenjang
perguruan tinggi di kota. Sebagai hasilnya telah banyak dilahirkan sarjana,
yang paling banyak adalah Sarjana Agama Buddha (S.Ag.) lulusan berbagai Sekolah
Tinggi Agama Buddha, di samping sarjana bidang lain. Dengan demikian, tidak
mengherankan bila banyak umat Buddha dari desa ini yang menjadi PNS maupun
pegawai swasta, baik yang kembali berdomisili di desa maupun yang merantau ke
daerah lain.
Potensi Perantau Buddhis Asal Desa Purwodadi
Dapat dikatakan terdapat cukup banyak perantau Buddhis
asal Desa Purwodadi yang sudah berhasil secara ekonomi, sosial, dan pendidikan
yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Perantau Buddhis adalah umat
Buddha yang berasal dari Desa Purwodadi yang merantau untuk bekerja dan
berdomisili di luar daerah Kabupaten Kebumen. Walaupun tinggal di luar daerah,
para perantau masih mempunyai keluarga dan kerabat di desa asal. Pada umumnya
perantauan dimulai dengan tujuan
menempuh pendidikan di perguruan tinggi, setelah selesai pendidikan
kemudian bekerja di perantauan. Terdapat juga para perantau yang memang dari
awal bertujuan untuk bekerja. Para perantau bekerja di berbagai bidang, baik
sebagai pegawai pemerintah, pegawai swasta, guru, berdagang, maupun wiraswasta.
Saat ini para perantau Buddhis asal Desa Purwodadi tersebar di berbagai
provinsi di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, bahkan Papua. Komposisi profesi
para perantau pada tahun 2018 sebagai berikut:
Komposisi Profesi Perantau Buddhis
Para perantau tersebut tersebar di berbagai daerah,
antara lain di pulau Kalimantan sebanyak 17 orang, Sumatera sebanyak 16 orang,
dan yang lainnya di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Besarnya
jumlah perantau Buddhis yang telah berhasil dalam ekonomi, sosial, maupun
pendidikan di mana sebagian besar bertugas dalam bidang yang erat hubungannya
dengan pembinaan umat Buddha, hal tersebut adalah potensi besar bagi pembinaan
umat Buddha di Desa Purwodadi. Dikatakan
sebagai potensi karena perantau memiliki kompetensi dan kemampuan yang
dibutuhkan untuk pembinaan umat Buddha,
tetapi saat ini keterlibatannya belum berjalan sebaik yang diharapkan oleh umat
Buddha di desa maupun oleh para perantau sendiri. Potensi artinya kemampuan
yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan, kekuatan, kesanggupan, daya
(Dendy Sugono, 2008: 1096).
Kontribusi Perantau
Buddhis dalam Pembinaan Umat Buddha
Setiap orang secara alamiah mempunyai keinginan untuk
berkontribusi bagi kemajuan masyarakat sekitar, demikian juga perantau Buddhis
juga mempunyai panggilan jiwa untuk turut memajukan daerah asal atau kampung
halamannya. Kontribusi tersebut dapat ditujukan kepada masyarakat luas maupun
kelompok masyarakat khusus yang lebih sempit. Sebagai umat Buddha yang telah mendapat
bekal ajaran agama di wihara, perantau Buddhis juga terpanggil untuk turut
memajukan umat Buddha di desanya. Kontribusi tersebut dapat berwujud materi
maupun nonmateri, dalam bidang sosial maupun keagamaan. Bila dilihat secara
individual, kontribusi yang diberikan oleh perantau tidak mungkin sama atau
merata. Terdapat perantau yang telah memberikan kontribusi besar dan kecil.
Tetapi bila dilihat dari segi dampak, maka kontribusi yang diberikan perantau sangat
bermanfaat bagi umat Buddha di Desa Purwodadi secara bersama. Sebagai perantau
Buddhis, kontribusi yang
paling sesuai untuk dilakukan
adalah pada bidang sosial, keagamaan, dan pendidikan umat Buddha. Bidang-bidang
tersebut saling terkait untuk kemajuan umat Buddha di Desa Purwodadi. Perantau
Buddhis diharapkan dapat membina pendidikan bagi generasi muda Buddhis, membina
kehidupan sosial, ekonomi, dan membina kegiatan keagamaan umat Buddha di
kampung halamannya. Untuk mewujudkan hal tersebut dapat diberikan bantuan dalam
bentuk materi maupun nonmateri. Bantuan materi terutama untuk sarana dan
prasarana kegiatan ibadah dan keagamaan, yaitu Wihara Bodhikirti beserta
kelengkapannya.
Bantuan materi yang sudah diterima oleh umat Buddha Desa
Purwodadi dari perantau antara lain bersama umat Buddha di desa menggalang dana
untuk renovasi bangunan wihara. Terdapat perantau yang membangun pendopo seni
yang dilengkapi alat gamelan, berlokasi di dekat wihara dengan tujuan agar
dapat digunakan oleh umat untuk berlatih seni gamelan. Perantau juga memberikan
sebidang tanah untuk pengembangan wihara di masa mendatang, menyediakan
peralatan olahraga, dan sebagainya. Dalam kegiatan renovasi wihara pada tahun
2014, para perantau berkontribusi dengan berdana sendiri maupun menjadi
penghubung ke para donatur di daerah masing-masing. Sebagai hasilnya kini
bangunan wihara lebih baik dan nyaman dilengkapi dengan fasilitas yang memadai.
Umat Buddha kini dapat mengembangkan keterampilan gamelan dan seni karawitan.
Bentuk kontribusi terkini adalah pembuatan rumah jamur yang bertujuan untuk
memberdayakan umat Buddha dalam bidang perekonomian. Rumah jamur ini
mempekerjakan umat Buddha sehingga diharapkan dapat memberikan penghasilan
tambahan. Adanya berbagai fasilitas tersebut sangat menumbuhkan semangat umat
Buddha untuk aktif beribadah di wihara dan kegiatan sosial.
Selain dalam bidang sarana dan prasarana, para perantau
juga memberikan bantuan dana untuk mendukung berbagai kegiatan keagamaan di
daerah asal. Setiap tahun para pemuda di Desa Purwodadi mengikuti kegiatan Dhamma
Camp. Dhamma Camp adalah kegiatan perkemahan yang diikuti oleh para pemuda
Buddhis dari wilayah Kebumen, Cilacap, Banyumas, dan Banjarnegara, dengan
lokasi kegiatan bergantian. Para perantau dengan antusias memberikan dukungan
pembinaan pemuda Buddhis ini dengan berdana secara sukarela. Demikian juga pada
kegiatan lain seperti perayaan Hari Raya Waisak dan lainnya, para perantau juga
berkontribusi dengan memberikan dana.
Dalam pembinaan keagamaan umat Buddha, bantuan nonmateri
juga sangat penting. Bantuan morel sangat sesuai diberikan oleh para perantau
Buddhis. Bila dilihat dari profesi para
perantau, banyak yang bekerja sebagai guru dan pegawai kementerian agama. Kedua
bidang pekerjaan ini sangat erat dengan pembinaan umat Buddha. Perantau yang
bekerja sebagai guru baik PNS maupun swasta sebagian besar bertugas sebagai
guru Pendidikan Agama Buddha. Perantau yang bekerja di kementerian agama, baik
sebagai penyuluh agama maupun pegawai, beberapa di antaranya merupakan pejabat,
sangat terbiasa dengan tugas pembinaan umat Buddha. Demikian juga para perantau
lain di luar kedua profesi ini juga melakukan kegiatan pembinaan umat Buddha.
Dengan demikian para perantau Buddhis ini merupakan sumber daya manusia yang
sangat potensial untuk melaksanakan pengabdian bagi pembinaan umat Buddha di
daerah asal. Kompetensi dan pengalaman yang dimiliki para perantau sangat
penting untuk membina umat Buddha. Keberhasilan dalam pekerjaan, sosial, dan
pendidikan para perantau dapat memotivasi umat Buddha untuk lebih maju mengikuti
jejaknya. Kedua hal tersebut sangat penting untuk membangun umat Buddha.
Mengingat profesi para perantau banyak yang menjadi
guru, penyuluh, dan pegawai kementerian agama, maka pembinaan umat Buddha dalam
bentuk pendidikan Dharma adalah sangat ideal. Untuk hal ini tidak banyak
perantau yang berkesempatan untuk melakukannya. Terdapat beberapa perantau yang
secara aktif dan rutin dalam setiap
bulan berkesempatan pulang kampung halaman untuk mengunjungi keluarga sekaligus
melakukan pembinaan umat Buddha di wihara, ada juga yang menyempatkan diri
memberikan ceramah Dharma di wihara ketika berkunjung ke kampung halaman.
Kendala utama perantau untuk bertemu langsung dan membina umat Buddha adalah
karena jarangnya kesempatan pulang kampung. Perantau yang berdomisili di Jawa
dapat lebih sering pulang kampung, terutama saat musim liburan hari raya Idul
Fitri. Lain halnya perantau yang berada di luar Jawa belum tentu setahun sekali
pulang kampung.
Program Pendayagunaan Perantau Buddhis
Dari kedua aspek bantuan yaitu materi dan nonmateri,
para perantau sudah berkontribusi dengan baik. Umat Buddha sudah merasakan
manfaat bantuan para perantau. Namun semua pihak tidak dapat berpuas diri
dengan apa yang sudah dilakukan atau dicapai. Tantangan umat Buddha semakin berat,
terutama dalam pembinaan generasi muda. Para pembina agama Buddha di Purwodadi
terus berupaya untuk mendayagunakan perantau Buddhis dengan lebih optimal.
Koordinasi dan komunikasi terus dilakukan dalam rangka menyamakan persepsi dan
menyatukan tekad untuk membangun umat
Buddha. Untuk mencapai tujuan ini
tidaklah mudah dan menemui berbagai kendala. Banyak perantau Buddhis yang
berdomisili di luar pulau tidak dapat
sering berkunjung ke kampung halaman, sehingga tidak mempunyai banyak
kesempatan untuk bertatap muka dan melakukan pembinaan umat Buddha, atau
berkumpul bersama para perantau lain dan pembina umat Buddha untuk berdiskusi
langsung membahas pembinaan umat Buddha.
Untuk pendayagunaan perantau, para pembina agama Buddha
di Purwodadi dan perantau telah sepakat
untuk menyusun program kerja pendayagunaan perantau. Program kerja ini
diharapkan menjadi pedoman bagi pendayagunaan perantau agar dapat berkontribusi
lebih optimal sehingga dapat meningkatkan kualitas umat Buddha di Purwodadi.
Langkah pertama untuk pendayagunaan perantau Buddhis
adalah dengan dibentuk wadah resmi perantauan Buddhis di bawah binaan Vihara
Bodhikirti. Pembentukan kepengurusan dan program kerja dilakukan pada saat
reuni para perantau bersamaan dengan perayaan Kathina. Untuk memulai kegiatan
bersama para perantau yaitu perayaan Kathina Bersama Wihara Bodhikirti pada 3
November 2018. Para perantau semuanya diimbau meluangkan waktu untuk hadir
bersama sekaligus reuni. Pada kesempatan tersebut sekaligus diadakan rapat
pembentukan pengurus organisasi perantau. Selanjutnya reuni akan diadakan
setiap tahun dengan waktu yang disepakati kemudian.
Program kerja perantauan yang sudah berjalan yaitu
pemberdayaan ekonomi berupa budidaya jamur tiram. Program budidaya ini
memanfaatkan tanah wihara yang masih kosong sebelum didirikan bangunan
permanen. Pemberdayaan bertujuan utama untuk menyediakan lapangan kerja
seluas-luasnya bagi umat Buddha untuk mengurangi tingkat urbanisasi ke kota.
Dengan program ini diharapkan umat Buddha tidak kehabisan regenerasi sumber
daya manusia.
Program berikutnya adalah pada bidang pendidikan. Wihara
akan menyelenggarakan program beasiswa untuk kuliah dengan mengutamakan jurusan
selain pendidikan guru agama di STAB. Hal ini didasarkan pada masalah
banyaknya sekolah Buddhis yang membutuhkan guru bidang studi
umum, sedangkan selama ini yang ada sebagian besar sarjana agama Buddha lulusan
STAB. Program beasiswa ini ditujukan bagi para pelajar Buddhis lulusan SMA yang
berminat menjadi guru. Program ini direncanakan melibatkan para perantau untuk
berkontribusi terutama dalam pendanaan.
Selain dalam bidang fisik atau materi, para perantau
juga didayagunakan dalam aspek mental, dalam arti para perantau diupayakan
dapat menumbuhkan pikiran positif, semangat, dan memberikan perhatian kepada
umat Buddha di desa. Hal ini ditempuh dengan imbauan kepada para perantau agar
saat pulang kampung halaman diharapkan menyempatkan diri silaturahmi kepada
para sesepuh/guru atau pembina umat Buddha di Desa Purwodadi. Dengan demikian
diharapkan perantau akan selalu mendapatkan informasi mengenai perkembangan dan
memahami permasalahan yang dihadapi umat Buddha.
Pengalaman dan kompetensi para perantau sangat tepat
untuk dibagikan kepada umat Buddha. Agar para perantau dapat berkontribusi
sesuai dengan kompetensi, diharapkan untuk membagikan ilmunya kepada umat
Buddha dengan memberikan ceramah langsung saat berkunjung ke kampung halaman.
Selain berbagi ilmu, perantau dapat menularkan semangat untuk memotivasi umat
agar berusaha lebih maju. Perantau juga
diharapkan aktif berdiskusi melalui grup Whatsapp agar silaturahmi dan
diskusi positif terus terjaga.
Seperti halnya di tempat lain, di Wihara Bodhikirti
terjadi masalah regenerasi di mana setelah lulus SMA, umat memilih
kuliah/bekerja dan menetap di kota sehingga di pedesaaan kekurangan generasi
muda dan didominasi oleh anak-anak dan manula. Rasa kekeluargaan dan
kebersamaan umat baik yang di desa maupun perantauan perlu lebih ditingkatkan
agar umat merasa nyaman sebagai satu keluarga besar yang kompak.
PENUTUP
Para perantau Buddhis yang telah berhasil dalam bidang ekonomi, sosial, dan pendidikan merupakan potensi besar bagi pembinaan umat Buddha di Desa Purwodadi. Dengan keberhasilannya tersebut sudah sewajarnya perantau terpanggil untuk turut membangun umat Buddha di kampung halaman. Para perantau telah berkontribusi dengan berbagai cara, memberikan bantuan secara materi dan nonmateri. Di sisi lain, umat Buddha juga telah merasakan manfaat dari kontribusi perantau Buddhis. Akan tetapi, mengingat potensi besar para perantau yang sebagian besar bertugas dalam bidang yang erat dengan pembinaan umat Buddha, kontribusi tersebut dinilai masih perlu ditingkatkan. Para perantau diharapkan dapat meningkatkan keterlibatannya dalam pembangunan umat Buddha di kampung halaman. Di pihak lain, para pembina dan umat Buddha di desa juga harus memberikan ide-ide bagi para perantau agar dapat memahami kebutuhan umat Buddha di desa. Para pembina, umat Buddha, dan para perantau telah sepakat untuk meningkatkan keterlibatan perantau Buddhis bagi pembinaan umat Buddha di Desa Purwodadi, dan telah menyusun program pendayagunaan perantau di masa mendatang..
Artikel ini diterbitkan di Jurnal Ilmiah "Pelita Dharma" Vol. 4 No. 2 Desember 2018
Jurusan Dharmaduta STAB Negeri Sriwijaya Tangerang Banten
Tidak ada komentar:
Posting Komentar