Dharma Insight

Semua Tentang Dharma Universal

Bhikkhu Atthapiyo: Bhikkhu Pertama dari Flores



Donatus Lado Sogen lahir dari keluarga pemeluk Katolik taat di Flores, Nusa Tenggara Timur. Sejak kecil ia gelisah karena banyak pertanyaan tentang kehidupan yang mengganjal benaknya, hingga akhirnya ia mengenal Buddhisme melalui buku meditasi karya Ajahn Chah. Kegelisahannya pun menemukan jawaban, sehingga ia memutuskan mendalami Buddhisme dan akhirnya menjadi seorang bhikkhu dengan nama Bhikkhu Atthapiyo.


Apakah setelah menjadi bhikkhu, ia melupakan agama leluhurnya? Tidak. Justru dengan mempelajari Buddha Dhamma, ia mengaku malah makin mencintai Yesus.  Kok bisa?


Berikut ini adalah hasil wawancara BuddhaZine dengan Bhikkhu Atthapiyo.

Nama saya sebelum menjadi Bhikku adalah Donatus Lado Sogen, asal saya dari Flores yaitu Nusa Tenggara Timur. Sebelum saya kenal Buddhis itu ketika saya di Semarang artinya sebelum itu saya bukan Buddhis, kemudian setelah tamat SMP, saya mengikuti orang tua yang kerja di Semarang, nah dari situ saya kemudian mengenal tentang kebudayaan Jawa, sehari-hari menggunakan bahasa kemudian makanan dan lain sebagianya. Selanjutnya saya sekolah SMA di Semarang itu pun belum kenal yang namanya Buddhis, kemudian saya memutuskan kuliah di Universitas Katholik Sugiyopranoto Semarang, saya ambil S1 Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris, saya menyelesaikan kuliah hampir 4 tahun.


Bagaimana awal mulanya Bhante kenal dengan agama Buddha?


Kenalnya Buddhis itu justru ketika saya sudah selesai SMA dan itu tidak diberitahu oleh teman ataupun tidak diajar, tetapi saya menemukannya melalui sebuah buku yang ada di toko buku Gramedia di Semarang. Nah tentunya saya bisa menemukan buku ini tidak tiba-tiba, tidak secara kebetulan, tetapi berawal dari kegelisahan saya tentang kehidupan. Dalam sekitar 22 tahun saya bertanya tentang kehidupan, ketidakadilan, kenapa orang lahir cacat, kemudian kenapa orang lahir miskin, kenapa orang lahir kaya, kenapa orang bodoh belajar tidak bisa pinter-pinter, kenapa ada orang yang begitu lahir sudah pinter sekali, nah ada ketidakadilan seperti ini. Kemudian termasuk kenapa ada anak yang ditinggal ibunya meninggal, justru disaat dia masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Pertanyaan-pertanyan ini kemudian bermuara pada pencarian saya, akhirnya saya menemukan sebuah buku Meditasi Bodhinyana yang merupakan isi kumpulan ceramah dari Ajahn Chah, nah dari situlah awal saya bersentuhan tentang Buddhisme atau ajaran Buddha.


Apa yang mendorong Bhante belajar Buddhisme?


Alasan kenapa kemudian saya memutuskan menjadi seorang Buddhis pada waktu itu yaitu karena saya mulai merasa puas ketika pertanyaan, kenapa ada orang  begitu lahir sudah cacat, cacat bukan saja fisik tetapi mentalnya juga cacat, kenapa ada orang yang begitu lahir dalam keluarga miskin, dia sampai meninggalpun dia tidak bisa kaya-kaya padahal dia sudah kerja keras, dia tidak tergolong orang pemalas, kenapa ada orang yang lahir pintar begitu kemudian kenapa lahir yang langsung dalam keluarga kaya dan rejekinyapun lancar. Ada perbedaan-perbedaan ini saya temukan ketika saya memahami Hukum Kamma artinya semua hal yang kita peroleh itu tergantung perbuatan kita. Orang-orang seperti itu lahir karena di kehidupan sebelumnya perbuatan-perbuatan mereka yang menyebabkan mereka menjadi cacat, mereka menjadi miskin, mereka menjadi kaya, namun buah dari kamma itu bukan suatu hal yang bisa diterima begitu saja, tetapi ini bisa dirubah artinya kita sendiri yang menentukan hidup kita. Satu hal yang menarik yang membuat saya kemudian meyakini Buddhis adalah jalan hidup saya itu karena banyak misteri yang terjawab di dalam ajaran Buddha itu sendiri. Poin selanjutnya adalah ketika memahami kehidupan ini, kemudian Sang Buddha tidak hanya berbicara tentang hidup ini penuh dengan masalah, hidup ini penuh dengan persoalan tetapi beliau memberikan jalan bagaimana supaya kita bebas dari Dukkha yang dikenal dengan Delapan Ruas Jalan Kebenaran. Dan deskripsi tentang kesucian di dalam ajaran Buddha sangat jelas, sangat gamblang, kalau mau menjadi orang suci adalah ketika terbebas dari kebencian, keserakahan, kebodohan batin, bukan dia punya kekuatan supra natural. Supra natural bukan menentukan seseorang itu suci atau tidak tetapi kualitas mental, batinnya itu sendiri. Setelah saya menjadi seorang Buddhis, saya menyadari bahwa  praktek Dhamma saya tidak berkembang, akhirnya saya memutuskan untuk menjadi Bhikkhu. Dalam Sangha Theravada Indonesia itu prosedurnya harus melalui Samanera dulu selama 2 tahun baru kemudian menjadi Bhikkhu. Pada tahun 2013 itu saya ditahbiskan menjadi Samanera di Vihara Buddhagaya Watugong dengan Upajaya atau penahbis oleh Bhante Sri Pannyavaro Mahathera.


Bagaimana tanggapan keluarga?


Karena saya adalah anak tunggal dari keluarga yang bukan Buddhis, orang tua saya adalah penganut Katholik yang taat dan sudah turun-temurun, dan ketika saya memutuskan untuk menjadi Samanera kemudian menjadi Bhikkhu tentunya ini bukan perkara gampang, saya memendam harapan, keinginan, cita-cita saya untuk menjadi Bhikkhu itu selama kurang lebih 13 tahun. Pada saat tahun 2013 saya berniat menjadi Bhikkhu itu ibu saya sudah meninggal, beliau meninggal tahun 2011, setelah beliau meninggal saya mengingat kembali tekad saya, dan ada informasi dari teman saya yang ada di Semarang untuk ikut Pabbaja. Pada saat saya menyampaikan kepada bapak saya, terus terang bapak saya tidak setuju, namun beliau mengatakan saya tidak setuju tetapi kamu punya hak untuk menentukan jalanmu sendiri. Saya berfikir saatnya saya untuk menjadi Bhikkhu, karena kapan lagi. Sampai di Semarang saya ditahbiskan menjadi Samanera kemudian belajar di Mendut. Ketika saya menulis buku Kegelisahan Sang Domba, buku itu sampai ke Flores dan kakak dari ibu saya melihat foto saya dan beliau menangis dan adik sepupu saya juga menangis, dan mereka telfon suruh saya berhenti menggunakan jubah karena mereka tidak mau, mereka tidak iklas, telfon terus waktu itu dan saya gelisah. Kakak sepupu saya yang diam-diam dia belajar Buddhis, dia tahu bahwa menjadi Bhikkhu itu tidak gampang, untuk itu dia mengirim SMS memberitahukan kepada saya untuk terus menjalankan kehidupan sebagai Pabbajita, sebagai seorang Samanera kemudian bisa menjadi Bhikkhu. SMS yang saya terima itu kemudian membuat saya termotivasi dan saya meminta bantuan dia untuk menjelaskan kepada keluarga yang ada di Flores. Dan pada akhirnya terbukti dukungan dari keluarga saya khususnya ayah saya dan juga saudara-saudara sepupu itu pada saat mereka datang di saat saya ditahbis menjadi Bhikkhu  pada tanggal 13 Juni 2015 di Jakarta.


Apa perubahan yang dirasakan setelah menjadi Bhikkhu?


Setelah saya ditahbis menjadi Bhikkhu, saya merasakan bahwa praktek Dhamma menjadi lebih berkembang, misalkan praktek sila saya tidak menemukan halangan yang berarti ketika saya mempraktekkan sila, kemudian mempraktekkan meditasi karena lingkungan tadi sangat kondusif jadi batin lebih berkembang. Akhirnya apa yang dirasakan ketika menjadi Bhikkhu pikiran menjadi damai, lebih tenang, dan dari situ ada manfaat yang dihasilkan untuk orang banyak. Ketika saya belajar Buddhis justru saya lebih memahami tentang konsep agama lain, ajaran lain. Maka tidak berlebihan ketika saya menemukan sebuah buku tulisan Paul Knitter, beliau menulis sebuah buku dengan judul ‘Without Buddha I Could Not Be a Christian’, nah ini saya menemukan ada korelasinya. Artinya ketika saya memahami Buddhis kemudian saya membuka kembali Injil, saya menemukan sudut pandangan yang lain, yang berbeda. Maka ketika saya memilih menjadi Buddhis pun bukan berarti saya menolak semua ajaran yang lain tetapi justru saya mempunyai suatu pemahaman yang baru. Sehingga ketika saya bertemu dengan teman-teman saya yang Katholik, mereka bertanya ya saya menjawab saya meyakini Yesus tetapi Yesus yang saya lihat dan Yesus yang anda lihat itu berbeda, jadi artinya saya memilih Buddhis karena itu memberi khasanah, pemahaman baru kepada saya tentang kehidupan ini. Saya bisa mengajar, ceramah tidak hanya kepada yang Buddhis tapi non Buddhis, dan rata-rata karena mungkin latar belakang saya yang bukan Buddhis maka saya banyak bertemu dengan kawan-kawan yang bukan Buddhis. Dari situ mereka bisa mengenal Dhamma, mereka tahu apa itu Buddhisme tanpa harus mereka menjadi umat Buddha. Bahkan ada yang mempraktekan Delapan Sila walaupun dia bukan Buddhis. Dan yang paling utama ketika saya merasakan adalah pada saat saya berinteraksi dengan saudara-saudara dari Katholik, karena memang banyak orang Katholik di Jogja para calon Pastor, dari situ saya berinteraksi dengan mereka, saya berdialog dengan mereka dan saya tentunya mempunyai cara pandang yang berbeda tentang keyakinan itu sendiri. Salah satu kisah yang saya muat di buku saya yang kedua yang berjudul Sihir, setelah saya menulis Kegelisahan Sang Domba, yang kedua Sihir, disitu salah satu judul saya tulis Aku Makin Cinta Yesus, dari situlah orang-orang bisa mengetahui bahwa ketika saya menjadi seorang Bhikkhu bukan berarti saya bisa menjelekkan Katholik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar