Pernah ada yang bertanya pada Jackie Chan, “Selebritis
melakukan kegiatan kemanusiaan apa bukan demi tebar pesona, apakah ada
kebohongan (di baliknya)?”
Pertanyaan yang sangat menusuk, Jackie Chan pun
menjawabnya dengan lugas, “Ada kebohongan! Saya memulainya dari kebohongan.”
Sebuah kejujuran yang mencengangkan setiap orang.
Ketika baru mulai memasuki dunia perfilman, Jackie adalah
pemeran pengganti dalam film laga kungfu. Resiko tinggi tapi honor kecil,
pekerjaan yang tak berarti di mata orang lain. Tiba-tiba ia menjadi populer
dalam sekejap, honornya dari semula 3 ribu yuan meningkat drastis menjadi 4,8
juta yuan. “Menjadi hartawan dalam semalam,” tutur Jackie. Kebahagiaan itu
datang begitu cepat, waktu itu dia baru berumur 20-an tahun.
Asalnya miskin dan papa, tiba-tiba memiliki banyak uang,
dia tak tahu bagaimana harus menggunakannya. Dia sekaligus membeli 7 arloji kelas
dunia dengan merk berbeda. Satu minggu ada 7 hari, jadi setiap hari ganti
arloji. Kemudian dia tiap hari mengundang teman-temannya untuk berpesta dan
bernyanyi bersama, berusaha menunjukkan pada semua orang bahwa dia sekarang
kaya raya.
Seiring dengan popularitasnya yang makin meningkat, ada
yang mengundangnya ikut berpartisipasi dalam kegiatan kemanusiaan. Jackie
berkata, “Saya tidak ikut, tidak ada waktu.” Memang benar dia tidak punya
waktu, siang harus syuting film, malam hari minum bir dan disko. Dia sibuknya
bukan main, tiada waktu untuk urusan lain. Orang itu berkata, “Kami telah atur
semuanya, Anda tidak perlu melakukan apa-apa, cukup datang saja. Itu pun cuma 1
hari. Lagi pula hal ini akan sangat membantu image dan film Anda.” Akhirnya
Jackie setuju, meski dengan terpaksa.
Kegiatan hari itu adalah mengunjungi panti asuhan anak
cacat. Melihat Jackie Chan muncul di hadapan mereka, anak-anak cacat itu senang
sekali, mereka menyebut namanya keras-keras. Asisten memberitahu anak-anak itu,
“Chen Lung Dage (Big Brother Jackie Chan) sangat sibuk, tetapi setiap harinya
selalu merindukan kalian. Dia kemarin malam tidak tidur, hari ini menyempatkan
diri menjenguk kalian.”
Pujian begitu tinggi yang diberikan kepadanya membuat
Jackie merasa serba salah. Dia sebenarnya tidak ingin datang, kemarin malam
tidak tidur karena begadang di diskotek. “Chen Lung Dage juga membawakan hadiah
bagi kalian.” Anak-anak itu sontak bersorak-sorai dan meloncat-loncat
kegirangan.
Sebaliknya, Jackie justru merasa bagai orang linglung.
Semua itu sudah diatur oleh pihak penyelenggara, sama sekali tidak pernah
terpikir olehnya untuk membawa hadiah, bahkan dia juga tidak tahu isi
kotak-kotak hadiah itu. Setiap anak mendapat hadiah, lalu satu per satu
mengucapkan ‘terima kasih’ kepadanya.
Melihat wajah-wajah mungil dan polos yang tertawa bahagia,
dia tiba-tiba merasa malu, tetapi tak ada tempat baginya untuk bersembunyi. Dia
jelas-jelas telah membohongi anak-anak itu, tapi yang didapatkannya adalah
balasan yang begitu tulus. Dia tidak berani mengutarakan perasaannya itu, yang
bisa dilakukannya hanyalah meneruskan permainan sandiwara tersebut. Dia
menerima ucapan terima kasih anak-anak itu dengan berpura-pura semuanya
biasa-biasa saja.
“Bisa Anda bayangkan, saya waktu itu begitu jahatnya!”
demikian Jackie Chan menganalisa dirinya sendiri beberapa tahun kemudian. Waktu
itu, saat berpisah, seorang anak menarik tangannya dan bertanya, “Chen Lung
Dage, tahun depan datang lagi, kan?” Jackie menjawab, “Saya akan datang.”
Tahun berikutnya, dia membawa hadiah yang telah
dipersiapkan dengan saksama, datang sesuai janjinya, utang batinnya selama
setahun akhirnya terbayar juga. Ada yang pertama kali, maka akan ada yang kedua
kali. Demikianlah Jackie Chan kemudian menapaki jalan aksi kemanusiaan. Setiap
kali dia memperoleh pengalaman-pengalaman baru.
Ketika untuk pertama kalinya ikut dalam aksi sosial yang
sebenarnya tidak ingin dihadirinya, dia mengira kegiatan tersebut adalah ajang
tebar pesona yang akan berakhir dengan cepat, namun ternyata malah menjadi
bidang yang digelutinya seumur hidup. Peristiwa ini, kalau tidak diutarakannya,
selamanya tidak akan ada yang tahu. Begitu diutarakan, rasa hormat dan kagum
kita terhadapnya semakin bertambah.
Ada kalanya orang tersesat ke jalan yang salah, namun ada
juga yang tersesat ke jalan kebajikan. Melakukan satu perbuatan bajik, tidak
selalu harus didorong oleh keinginan yang luhur, meski itu hanya ajang tebar
pesona tapi juga adalah tebar pesona kebajikan. Setiap usaha yang mulia selalu
diawali dari sesuatu yang tak berarti, namun asal Anda melakukannya maka itu
jauh lebih mulia dibanding para penonton yang berucap sinis tapi tak berbuat
apa-apa.
Jackie Chan berkata, “Selama saya melakukan aksi
kemanusiaan, beberapa orang pelan-pelan juga mengajari saya bagaimana harus
berlaku yang benar.”
Orang baik bukanlah orang suci, namun ia juga ingin selalu
mengembangkan diri, ia butuh proses untuk menyempurnakan diri. Selalu bermurah
hati dan memberikan dorongan bagi mereka (para orang baik yang bukan orang suci),
kurangi celaan, dengan demikian orang baik itu makin lama akan makin baik dan
banyak. Memberikan kesempatan pada orang lain untuk menjadi orang baik,
sebetulnya adalah suatu perbuatan yang memiliki jasa tak terhingga.
Serial artikel "In Memoriam Sutar Soemitro The Founder of BuddhaZine"
Umat Buddha Indonesia Tak Bangga dengan ke-Indonesia-annya?
Umat Buddha Indonesia Tak Bangga dengan ke-Indonesia-annya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar