Bagi Anda yang selama ini punya
seribu alasan untuk tidak bermeditasi, setelah menyimak apa yang disampaikan
oleh Yongey Mingyur Rinpoche dalam workshop “Awareness and Compassion”,
mungkin akan sebaliknya menjadi punya seribu alasan untuk bermeditasi. Dalam
workshop yang diadakan oleh Tergar Meditation Center di Grand Auditorium
Universitas Bunda Mulia, Jakarta selama dua hari, 14-15 Oktober 2016 tersebut,
Mingyur Rinpoche menjelaskan tentang bermacam-macam teknik meditasi.
Menariknya, teknik-teknik meditasi yang dijelaskan menggunakan obyek-obyek yang
selama ini justru kita anggap sebagai rintangan, atau biasa disebut sebagai
nivarana. Teknik-teknik meditasi yang diajarkan Mingyur Rinpoche juga berhasil
membuktikan bahwa meditasi bukanlah sebuah aktvitas yang susah dan berat,
melainkan santai dan menyenangkan.
Rinpoche memulai
uraiannya dengan menanyakan apakah arti kesadaran (awareness) kepada
para peserta workshop. Lalu Rinpoche bertanya, siapa yang sudah tahu artinya?
Sejumlah peserta mengangkat tangannya. Rinpoche bertanya kembali, siapa yang
belum tahu artinya? Peserta yang selebihnya gantian angkat tangan. “Yang sudah
tahu arti kesadaran, dan sadar bahwa dirinya tahu, itulah kesadaran. Yang belum
tahu arti kesadaran, dan sadar bahwa dirinya belum tahu, itu juga kesadaran,”
ujar Rinpoche yang membuat para peserta menjadi penasaran. Lalu Rinpoche
mengajak peserta untuk bermeditasi relaksasi. Usai meditasi, Rinpoche kembali
bertanya, siapa yang bisa rileks? Sebagian peserta mengangkat tangan. Rinpoche
bertanya kembali, siapa yang tidak bisa rileks? Peserta yang selebihnya gantian
angkat tangan. “Yang bisa rileks, dan sadar bahwa dirinya rileks, itulah
meditasi. Yang tidak bisa rileks, tapi sadar bahwa dirinya tidak rileks, itu
juga meditasi,” ujar Rinpoche. Lalu Rinpoche membuat sebuah analogi tentang
sungai, “Saat kita berada di luar sungai, kita mengamati sungai.” Begitulah
meditasi. Mengamati. “Esensi meditasi adalah kesadaran, dan kesadaran selalu
bersama kita 24 jam. Ketika kita sadar bahwa kita tahu tentang arti kesadaran,
itu adalah kesadaran. Ketika kita sadar bahwa kita tidak tahu arti kesadaran,
itu adalah kesadaran. “Kesadaran selalu ada bersama kita, bahkan saat kita
tidur atau sedang tidak sadar. Tapi kita tidak meditasi selama 24 jam. Kita
memiliki kesadaran tapi belum tentu mengetahui kesadaran.
“Meditasi adalah
mengenali kesadaran kita, dan kemudian menjaga agar kita selalu mengenalinya,”
Rinpoche menekankan. Menariknya, Rinpoche menjelaskan bahwa kita bisa
bermeditasi kapan pun, di mana pun, dan dalam situasi apa pun. Apabila kita
bisa melakukan itu, berarti kita pun bisa bahagia kapan pun, di mana pun, dan
dalam situasi apa pun. Karena pada saat meditasi, pikiran kita menjadi lentur,
jernih dan damai sehingga kita bahagia. Itulah rahasianya kenapa Mingyur
Rinpoche dikatakan sebagai orang yang paling bahagia di dunia, karena setiap
saat selalu dalam kondisi meditasi dan bahagia. Agar kita bisa menjaga supaya
kita selalu mengenali kesadaran, kita perlu pendukung meditasi. Dan ternyata
segala hal yang ada di sekitar kita dan yang sedang kita rasakan bisa menjadi
pendukung meditasi, termasuk rintangan-rintangan (nivarana) yang selama ini
kita anggap sebagai penghambat meditasi. Bagaimana caranya? Rinpoche mengajak
peserta workshop bermeditasi menggunakan objek berupa kontak oleh panca indera:
(1) apa yang kita lihat, (2) apa yang kita dengar, (3) apa yang kita cium, (4)
apa yang kita cecap, dan (5) apa yang dirasakan oleh tubuh.
Pertama, meditasi
pendengaran. Rinpoche mengajak peserta untuk duduk dan menegakkan posisi tubuh,
kemudian memejamkan mata. Peserta diminta membuat dirinya rileks tanpa
menggunakan objek apa pun. Peserta diminta menjulurkan tangannya ke depan, lalu
Rinpoche membunyikan gong. Awalnya bunyinya pelan, lama-lama mengeras. Jika
bunyi gong mengeras, tangan digerakkan ke atas. Dan sebaliknya jika bunyi gong
mengecil, tangan digerakkan ke bawah. “Kita telah menyelesaikan meditasi
pendengaran,” ujar Rinpoche. Rinpoche menjelaskan, suara apa pun dan kapan pun
bukannya mengganggu meditasi, tetapi justru bisa menjadi objek meditasi. Kedua,
meditasi penglihatan. Rinpoche mengeluarkan setangkai bunga mawar, kemudian
mengajak semua peserta untuk duduk dan menegakkan posisi tubuh dan pejamkan
mata. Setelah rileks, peserta diminta membuka mata untuk kemudian mengamati
bunga mawar. “Mungkin mata melihat bunga, tapi pikiran kita memikirkan
gado-gado,” celetuk Rinpoche. Menurutnya, yang disebut meditasi adalah saat
mata dan pikiran kita secara bersama-sama tahu bahwa itu bunga. Kita bisa
melakukannya, tapi biasanya tidak bertahan lama, hanya bisa beberapa detik,
kemudian pikiran melantur ke mana-mana. Ketiga dan keempat adalah meditasi
penciuman dan meditasi mencecap rasa. Rinpoche mengambil sebotol minuman,
kemudian mencium aromanya. “Napas masuk, cium aromanya. Napas keluar, lepas.
Baru kemudian diminum, cecap rasanya. Kelima adalah meditasi merasakan sensasi
tubuh. Teknik ini dilakukan dengan melakukan scanning terhadap anggota tubuh
dan sensasi rasa yang timbul, kemudian mengamati.
Esensi Semua
Teknik Meditasi: Menyadari
“Banyak
teknik meditasi yang diajarkan, tapi sebenarnya hanya ada satu teknik:
kesadaran,” Rinpoche menyimpulkan. Jangan menolak apa pun, tapi jadikanlah
sebagai pendukung meditasi dengan menerima dan menyadarinya. “Gagasan utamanya
adalah segala sesuatu bisa menjadi pendukung meditasi, kita bisa sadar di mana
pun dan kapan pun. Kita bisa meditasi di mana pun dan kapan pun, berarti kita
bisa bahagia di mana pun dan kapan pun,” lanjut Rinpoche. Selain kelima teknik
meditasi tersebut, ada tiga teknik meditasi lagi, yaitu (1) meditasi samatha
tanpa objek, (2) meditasi pikiran, dan (3) meditasi emosi. Meditasi samatha
tanpa objek atau kesadaran terbuka dilakukan dengan duduk tegak dan memejamkan
mata, kemudian tubuh dibikin rileks. Objek yang digunakan adalah tanpa objek,
yaitu membiarkan pikiran mengembara ke mana saja, kita tinggal mengamati.
Meditasi pikiran biasanya berkaitan dengan sensasi yang berhubungan dengan
tubuh, suara, dan perasaan. Biarkan pikiran datang, jangan dikekang, cukup
perhatikan saja. Untuk meditasi pikiran, kita memerlukan pikiran sebagai objek.
Tapi, menurut Rinpoche, “Saat mengamati pikiran, pikiran malah hilang. Biasanya
banyak pikiran, tapi sekarang malah hilang.” Meditasi ini pada awalnya memang
susah, tapi lama-lama akan mudah. Jika pikiran muncul, Rinpoche menyebutnya
seperti menonton televisi 360 derajat 3 dimensi. “Saya menyebutnya inner
television. Gratis dan bisa dibawa ke mana-mana, sayangnya programnya jadul dan
berulang-ulang yang membosankan. Tapi dengan menonton program yang membosankan
ini akan membuat batin kita lebih damai, tenang, dan lentur,” jelas Rinpoche.
Sedangkan meditasi
emosi dilakukan dengan mengamati emosi yang muncul akibat sensasi yang terjadi
pada tubuh, misalnya rasa sakit, panik, patah hati, senang, malas, dan
lain-lain. Tentang sensasi, Rinpoche memberi contoh kecanduan narkoba. Yang
menyebabkan orang kecanduan bukanlah narkobanya, melainkan sensasinya. Dalam
meditasi emosi ini, ada empat langkah, yaitu: (1) amati emosi yang timbul
akibat munculnya sensasi dalam tubuh, (2) jika emosi yang timbul terlalu kuat,
coba objek lain atau ciptakan emosi lain sebagai pengganti, (3) jika emosi
makin membesar, mundur satu langkah dan amati apa yang membuat emosi menjadi
besar (biasanya karena munculnya kebencian/penolakan), dan (4) jika merasa
lelah, istirahatlah. Meditasi ini memang tidak mudah. Rinpoche berhasil
melakukan teknik meditasi ini untuk menghilangkan trauma panik yang dialaminya
ketika masih anak-anak. “Jika bisa lakukan ini semua, emosi negatif akan bisa
ditrans formasikan (menjadi positif). Bahkan ilmuwan tidak tahu kenapa,” jelas
Rinpoche. Mingyur Rinpoche juga mengajarkan meditasi tidur. Ya, meditasi tidur!
Caranya adalah dengan mengamati rasa kantuk sampai akhirnya tertidur. Jika
tidak mengantuk, gunakan meditasi tanpa objek sampai akhirnya tertidur.
Tanda-tanda apakah kita berhasil melakukan meditasi tidur atau hanya tidur
biasa ada dua, yaitu: (1) tidak ada mimpi, dan (2) terbangun dalam kondisi
segar.
Jika kesemua teknik meditasi
tersebut masih tidak cocok juga, Rinpoche mengajarkan satu teknik meditasi
lagi, yaitu meditasi melupakan kesadaran. Meditasi ini adalah kebalikan dari
semua teknik meditasi yang disebutkan sebelumnya. Jika meditasi biasanya
menekankan kita untuk sadar, teknik meditasi ini justru sebaliknya, membiarkan
kita untuk tidak sadar. Caranya adalah dengan mendorong pikiran kita untuk
hanyut dalam pikiran monyet nakal (monkey mind). Teknik meditasi ini
bagus untuk melepas kemelekatan. Saat pikiran dijejali ‘meditasi kesadaran’
justru akan susah sadar. Tetapi sebaliknya saat dijejali ‘meditasi melupakan
kesadaran’, malah susah hanyut, yang berarti sadar terus. Ini seperti kita
bermeditasi dengan objek ‘jangan memikirkan gado-gado’. Semakin pikiran kita
dipaksa untuk tidak memikirkan gado-gado, pikiran kita justru akan makin
memikirkan gado-gado.
Menjadikan Meditasi sebagai Kebiasaan
Setelah
belajar dan praktik tentang teknik-teknik meditasi, Rinpoche mendorong para
peserta untuk menjadikan meditasi sebagai kebiasaan sepulang dari workshop.
Rinpoche memberi PR kepada peserta untuk bermeditasi sebanyak 50 jam dalam 6
bulan: 25 jam meditasi pendengaran – penglihatan – penciuman – pencecapan
-sensasi tubuh - kesadaran terbuka dan 25 jam meditasi pikiran dan emosi. “Jika
sudah selesaikan (PR ini), kita akan mendapatkan peta lengkap tentang meditasi
yang bisa kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Rinpoche. Rinpoche
juga menambahkan, untuk menjadikan meditasi sebagai kebiasaan, lakukan meditasi
5 menit setiap hari selama 20-30 hari. Lama-lama otot tubuh akan menyesuaikan
sehingga menjadi terbiasa. Setelah itu baru ditingkatkan lagi durasinya.
“Pengalaman meditasi selalu berubah, seperti pasar saham. Naik-turun,
naik-turun. Lama-lama akan stabil. Kita harus menerimanya,” ujar Rinpoche.
Pengalaman meditasi bukan yang paling penting, yang lebih penting adalah niat.
Niat itu yang akan membawa pada realisasi untuk bermeditasi.
Teknik-teknik
meditasi tersebut biasanya diajarkan dalam workshop Joy of Living 1.
Workshop ini terdiri dari tiga level. Banyak teknik untuk bermeditasi, tinggal
disesuaikan dengan kondisi kita. “Orang pikir kan selama ini meditasi harus
butuh waktu, harus konsentrasi, harus butuh sesuatu yang spesial. Tapi ternyata
apa pun yang kita lakukan, selama kita memiliki awareness (kesadaran),
itu adalah meditasi. Karena esensi dari meditasi adalah kesadaran,” ujar Bhiksu
Sakya Sugata, salah satu peserta workshop. Sedangkan Ardi, peserta lain menjadi
menyadari kesalahannya dalam menyikapi halangan meditasi (nivarana) selama
ini. “Yang selama ini kita anggap obstacle (halangan), dulu dianggapnya
halangan. Kita berusaha gimana caranya ngilangin halangan-halangan itu,
ternyata malah bisa men-support meditasi kita,” ujar Ardi. “Saya dicerahkan
bahwa ada metode untuk bikin kita happy. Kita berhak loh untuk happy terus dan
kita dikasih tahu caranya,” ujar Luli, seorang peserta lainnya. Pengalaman yang
didapat perempuan berjilbab ini dari workshop juga diakuinya justru makin
meningkatkan kehidupan spiritualnya sebagai pemeluk agama Islam. “Rasanya ini
ajaran yang tidak terikat pada agama. Semua orang punya path (jalan)
masing-masing untuk mencari yang terbaik untuk dia. Justru saya makin belajar
tentang diri kita sendiri, yang saya rasakan saya justru makin melakukan ajaran
agama saya dengan lebih baik. Jadi membantu saya untuk meningkatkan spiritual
saya dalam aktivitas religi saya,” tambah Luli.
Serial artikel "In Memoriam Sutar Soemitro The Founder of BuddhaZine"
Yongey Mingyur Rinpoche sudah Kembali dari Retret
Yongey Mingyur Rinpoche: Retret Mengisolasi Diri untuk Meningkatkan Meditasi
Umat Buddha Indonesia Tak Bangga dengan ke-Indonesia-annya?
Yongey Mingyur Rinpoche sudah Kembali dari Retret
Yongey Mingyur Rinpoche: Retret Mengisolasi Diri untuk Meningkatkan Meditasi
Umat Buddha Indonesia Tak Bangga dengan ke-Indonesia-annya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar